Category Archives: Entrepreneurship

3 Cara Resign dari Kantor

Resign yang gagal, pernah juga saya membaca artikel atau mendengar cerita entah itu keluhan tentang mereka yang sudah memutuskan keluar dari pekerjaan mereka untuk memulai babak baru yang berbeda dalam hidup mereka dengan berwirausaha. Namun ternyata semua tidak berjalan seperti yang diharapkan, tidak selamanya berjalan mulus sehingga sedikit banyak mempengaruhi cashflow dapur bagi yang sudah berumah tangga, tentunya masa-masa sulit ini sangat tidak mengenakkan. Namun tidak sedikit pula yang memutuskan resign dari kantor untuk berwirausaha dan berhasil malahse makin sukses dan jaya dengan usaha yang digeluitinya. Materi memang bukan segalanya, namun kata orang jaman sekarang segalanya perlu uang. Kalo kita mempunyai uang berlebih, dengan kita bersedekah lebih banyak secara ikhlas insya Allah amalan pahala kita semakin besar. Dilihat dari sisi positifnya saja. J dari pengalaman, ada 3 jenis yang saya ketahui mengenai type resign dari kantor untuk beralih menjadi wirausahawan

  1. Resign ketika usaha belum jalan sama sekali

Mungkin ketika kita sedang jalan jalan ke mall dan mampir ke ke toko buku Gramedi*, begitu banyak buku bertebaran di depan kita, sebanyak buku itu juga banyak dihiasi oleh buku-buku motivasi, self help, wirausaha dan sejenisnya. Ketika membuka dan membaca, rasanya semangat menjadi tinggi dan ingin segera action untuk berwirausaha. Memang terkadang keinginan naik kadang turun, kadang semangat kadang malas, manusiawi rasanya. Lalu bagaimana memupuk semangat agar terus berkobar membara untuk berwirausaha, sebagian mereka mengambil jalan praktis dengan langsung melepaskan pekerjaan kantorannya dan membuka usaha dari nol. Salut! Mungkin dari ide yang sudah lama tertanam di benaknya namun belum sempet terealisasi karena masih berkutat dengan sibuknya pekerjaan kantor setiap hari. Sehingga ketika dirasa ada peluang dan momentnya tepat, segera resign. Terjun langsung untuk memulai usaha, tidak ada kata lain agar fokus, harus resign dan action. Golongan pemberani yang patut di apreasisi, semoga sukses senantiasa menyertai. Aamiin

  1. Resign ketika usaha sudah berjalan namun masih memerlukan tenaga dan pikiran kita untuk terjun langsung mengelolanya

Type resign yang kedua yaitu ketika selama menjadi karyawan masih mempunyai ide dan sedikit waktu untuk take action beriwausaha, menjadi amfibi atau dobel peran menjadi karyawan ‘iya’, menjadi wirausahawan juga ‘iya’. Hal ini juga bsia dilakukan dengan menggandeng mitra/partneran dengan teman untuk membuka usaha bersama, atau bersama istri/keluarga atau bahkan usaha sendiri. Tentunya beban pekerjaan semakin banyak, juga dobel pemasukan dari kantor dan dari usaha, hehe.. Namun makin lama merasa usaha mulai berkembang dan butuh ownernya untuk membesarkannya agar bisa fokus maksimal, sehingga ketika sampai pada tahap pemikiran “Gue harus resign dan fokus di usaha, agar usaha semakin berkembang”. Akhirnya pun sama mengajukan resign dari pekerjaan

  1. Resign ketika usaha sudah berjalan mapan

Pilihan yang lainnya lebih moderat, mungkin juga ingin keluar dari zona nyaman, dengan cara aman. Yaitu menyiapkan dahulu kendaraannya, ketika kendaraan sudah siap baru melepaskan diri dari kendaraan yang lain yang dirasa lambat, hehe.. Kurang lebih memang karena sebagai karyawan, ingin beriwausaha namun tidak berani langsung resign untuk memulai usaha sebelum ada pegangan usaha yang benar-benar sudah mapan dan menghasilkan minimal setara dengan gaji dari kantor, dan dirasa usahanya menjanjikan bisa berkembang lebih besar. Jadi berfikir ketika resign dari kantor, tentunya akan kehilangan sumber penghasilan dari kantor, namun langsung bisa tercover sama penghasilan dari usahanya yang sudah berjalan mapan. Maka memutuskan resign adalah solusi. Agar bisa semakin bisa memberikan kemajuan dalam usaha yang dijalankan.

 

Apapun pilihan, usaha sendiri atau bekerja, sebenarnya semua sama baiknya kok, asal dilakukan dengan cara-cara yang benar, demi materi yang berkah dan bisa memberikan banyak manfaat bagi sesama. Semua punya kelebihan dan kekurangan tentunya, pilihan ada pada diri kita masing-masing. Sukses berkarir atau besar menjadi pengusaha? Rosululloh pun seorang pedagang, kalau saya memilih untuk mengikuti jejak beliau menjadi wirausahawan dalam mencari nafkah..

Cara Menghitung ROI (Return On Investment)

Dalam suatu usaha tentunya kita harus cermat dan jeli dalam melihat peluang usaha mana yang lebih menjanjikan dan menguntungkan atas uang yang akan kita tanamkan. Juga kita harus bisa menghitung apakah suatu usaha yang kita jalankan tersebut akan memberikan keuntungan seperti yang kita harapkan. Untuk itu perlu bagi kita untuk mengetahui tingkat keuntungan atas investasi yang telah kita lakukan dalam suatu usaha. Pun hal ini berlaku bagi investor sebelum melakukan investasi atas dana yang mereka miliki, perlu untuk mempertimbangkan tingkat ROI yang ditawarkan oleh rekan bisnis kita. Apa itu ROI?

roi

Pengertian ROI

ROI (singkatan bahasa Inggris : return on investment) atau ROR (singkatan bahasa Inggris: rate of return) – dalam bahasa Indonesia disebut laba atas investasi – adalah rasio uang yang diperoleh atau hilang pada suatu investasi, relatif terhadap jumlah uang yang diinvestasikan. Jumlah uang yang diperoleh atau hilang tersebut dapat disebut bunga atau laba/rugi. Investasi uang dapat dirujuk sebagai aset, modal, pokok, basis biaya investasi. ROI biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase dan bukan dalam nilai desimal. ROI tidak memberikan indikasi berapa lamanya suatu investasi. Namun demikian, ROI sering dinyatakan dalam satuan tahunan atau disetahunkan dan sering juga dinyatakan untuk suatu tahun kalendar atau fiskal. (wikipedia) ROI juga dikenal sebagai tingkat laba (rate of profit) atau hasil suatu investasi pada saat ini, masa lampau atau prediksi di masa mendatang. Atau bahasa sederhananya ROI merupakan pengembalian keuntungan atas investasi.

Cara menghitung ROI

ROI bisa juga diartikan sebagai rasio laba bersih terhadap biaya. Rumus menghitung ROI adalah sebagai berikut :

ROI = ( Total Penjualan – Investasi ) / Investasi x 100%

Misalnya, jika investasi sebesar Rp 10.000.000 menghasilkan penjualan sebesar Rp 15.000.000, berarti diperoleh laba sebesar Rp 5.000.000

Maka secara sederhana perhitungan ROI dalam presentase adalah = ((Rp 15.000.000 – Rp 10.000.000) / Rp 10.000.000) x 100% adalah sebesar 50%. Maka dapat disimpulkan tingkat ROI nya adalah sebesar 50%

Seringkali kita hanya berfokus pada margin keuntungan atas produk atau jasa, akan tetapi kita seharusnya juga menghitung ROI secara akurat untuk mendapatkan kepastian dan keyakinan bahwa usaha yang dijalankan mampu terus berkembang. Dalam menjalankan bisnis, seorang entrepeneur harus memperhatikan jumlah dana yang harus diinvestasikan dalam mencapai target penjualan, jumlah margin keuntungan yang diperoleh dan bagian dari margin keuntungan tersebut yang akan digunakan untuk mengembangkan bisnis. Apabila investasi yang dilakukan hanya menghasilkan margin keuntungan yang sedikit, maka usaha tersebut akan mengalami kesulitan untuk berkembang di masa yang akan datang dan bahkan dalam jangka panjang akan mengalami kegagalan. Sebagai contoh adalah investasi A sebesar Rp 1000 menghasilkan untung Rp 100 (ROI = 10%) dibandingkan dengan investasi B Rp 100 menghasilkan untung Rp 50 (ROI = 50%). Investasi B memberikan jumlah/nominal lebih kecil namun rasio ROI nya jauh lebih besar daripada investasi A. Bisa kita katakan dalam hal ini investasi B lebih baik dibandingkan dengan investasi A.

Perbedaan Pola Pikir Orang Kaya dan Orang Biasa

Setelah 3 dekade mewawancarai orang-orang terkaya di dunia, Steve Siebold, penulis buku berjudul ‘How Rich People Think’ (bagaimana cara berpikir orang kaya) berkesimpulan, ada perbedaan pola pikir dan cara pandang yang jelas soal uang, antara orang biasa atau masyarakat kelas menengah dengan orang-orang terkaya dunia.

“Orang-orang terkaya dunia melihat uang sebagai kemerdekaan dan kesempatan, bukan sebagai akar dari kekacauan. Kita sering berpikir bahwa uang adalah akar dari kekacauan atau malapetaka. Lalu kenapa kita berusaha untuk mendapatkan uang kalau hanya akar dari malapetaka?” kata Siebold.

Dalam bukunya, Sibold mengungkapkan 100 perbedaan cara berpikir antara orang biasa dengan kalangan miliuner di dunia. Berikut 5 perbedaan cara pikir orang biasa dan orang terkaya yang dikutip dari dailyfinance.com, Senin (25/2/2013):

1. Orang Biasa Berpikir Soal Menabung, Orang Kaya Berpikir Meningkatkan Pendapatan

“Orang biasa berpikir menabung agar uangnya melimpah, tapi terus merasa kekurangan uang,” ujar Siebold. Jika anda mempunyai pendapatan Rp 200 juta per tahun dan menabung 10% dari pendapatan anda. Maka anda akan mendapatkan 20 juta di akhir tahun. Ini bukanlah cara untuk memperkaya diri, dan anda tidak akan kaya dengan cara ini.

Siebold mengatakan, orang-orang terkaya di dunia menabung juga, tapi pikiran mereka yang utama adalah untuk meningkatkan pendapatan, sehingga jumlah uang yang bisa anda tabung lebih banyak.

2. Orang Biasa Menganggap Berwirausaha Sebagai Risiko, Orang Kaya Berwirausaha Untuk Jadi Kaya

“Sebagian besar orang berpikir soal uang dengan cara yang biasa, misalkan, bila saya bisa mendapatkan sekian rupiah per jam, maka saya akan mendapatkan lebih banyak lagi dengan bekerja lebih lama,” ujar Siebold. Bahkan ada orang yang berpikir, jika ingin kaya harus mendapatkan gelar MBA. Para orang-orang terkaya di dunia justru berpikir, cara menjadi kaya adalah dengan memberi jalan keluar bagi orang banyak dengan memberikan ide. Dari ide-ide tersebut maka dia akan memperoleh uang.

Namun banyak orang berpikir, daripada menjadi gila karena memikirkan ide-ide segar dan belum tentu mendapatkan uang, maka mereka memilih menjadi pegawai dan menganggap berwirausaha adalah risiko.

3. Orang Biasa Melihat Uang Secara Emosional, Orang Kaya Melihat Uang dengan Logika

Ada perbedaan mendasar dari cara pandang orang biasa dan orang terkaya dunia melihat uang. Sieblod mengatakan, orang biasa dan bahkan yang berpendidikan sekalipun, sangat perhitungan menggunakan uangnya.

Namun orang-orang terkaya tidak khawatir kehilangan uangnya, karena mereka menggunakan uangnya untuk memperbesar pendapatannya di kemudian hari. Seperti untuk berinvestasi tanpa memikirkan risikonya.

4. Beda Cara Mencapai Target Antara Orang Biasa dengan Orang Kaya

Siebold mengatakan, orang-orang biasa dan kelas menengah tidak memiliki keinginan kuat untuk mencapai targetnya. Tapi orang-orang terkaya dunia sangat fokus dengan uang dan bisnis mereka. Bagi para orang-orang terkaya dunia, target harus dicapai dengan tenggat waktu yang telah ditetapkan, bagi mereka taruhannya capai target atau mati!

Karena itulah, orang-orang kaya ini bisa memperoleh impian dan targetnya dengan cepat dan uangnya terus bertambah.

5. Orang Kaya Tidak Dikendalikan Oleh Keinginan

Donald Trump dan Richard Branson yang merupakan salah satu orang terkaya di dunia sering berkeliling dunia dengan jet pribadinya. Sementara orang-orang biasa berpergian dengan mobil dan tinggal di rumah sederhananya.

“Orang-orang kaya ini terus bertambah kekayaannya tiap hari. Saya melihat Naomi Judd (salah satu artis kaya) di TV, dan dia mengatakan alasannya dia bisa kaya adalah karena dia tidak pernah menghamburkan uangnya. Dia tidak mempunyai desainer pribadi dan perhiasan mahal. Inilah tipikal orang-orang kaya di dunia. Mereka tidak mewah,” kata Siebold.

Pernyataan-pernyataan seperti ini telah didapatkan Siebold dari sejumlah orang-orang terkaya yang dia wawancarai.

“Jika anda kaya, maka anda bebas dan tidak diperbudaki oleh orang lain. Kemerdekaan ekonomi adalah salah satu faktor utama kesuksesan. Ini mengantar orang untuk memupuk kekayaannya,” jelas Siebold.

sumber : kaskus.co.id